Cerita Perjalanan dari Bandung menuju Palembang
Setelah saya menyelesaikan sidang ujian proposal skripsi dan ujian komprehensif saya di kampus, saya berniat ingin berlibur ke kota kelahiran saya Palembang, sebelum saya melanjutkan pengerjaan skripsi saya. Biasanya saya ke Palembang saat momen mudik lebaran saja. Namun entah kebetulan atau tidak, ibu dan ayah saya juga berniat untuk pulang ke Palembang karena ada urusan katanya. Ayah saya yang saat itu sudah menginjak 64 tahun sudah tidak kuat untuk mengendarai mobil ke Palembang. Lalu ayah meminta saya yang mengendarainya. “Ya udah, sekalian aja kalo gitu”, kata saya. Akhirnya saya pulang dari Bandung ke Purwakarta sebelum kemudian berangkat ke Palembang.
Berselang satu minggu, kami pun berangkat dari Purwakarta menuju Palembang menggunakan mobil pribadi kami. Namun dalam perjalanan kali ini, saat menyebrangi selat sunda kami tidak menggunakan kapal executive. Menurut ibu saya harga tiketnya mahal, “Fasilitasnya juga paling sama aja. Lumayan kan uangnya bisa dipake buat bayar tol Trans Sumatera yang mahal” kata ibu saya yang super hemat itu. Ya, memang perbedaan harga tiket kapal executive dan kapal reguler itu terpaut cukup jauh. Perbedaannya mencapai 200 ribu lebih mahal jika kita menggunakan kendaraan pribadi berjenis MPV 7 seater. “Lagi pula kita ini kan lagi enggak dikejar waktu, santai aja”, tambah ayah saya. Dengan segala pertimbangan, akhirnya kami memutuskan untuk menggunakan kapal reguler. Meskipun dalam hati kecil saya, ingin sekali rasanya mencoba kapal executive.
Sama seperti biasanya, menaiki kapal laut selalu membuat hidung saya tidak nyaman karena harus menghirup polusi yang dikeluarkan dari ratusan mobil dan kapal laut itu sendiri. Fasilitas yang ada di kapal reguler juga tidak ada yang berubah, seperti WC yang dan bau pesing, ruang istirahat supir, ruang istirahat penumpang (Ekonomi, AC, dan Rebahan), mushalah, serta kantin yang super mahal. Satu hal positif yang kami soroti saat itu adalah kebersihan kapal yang lebih terjaga. “Lumayan bersih nih kapalnya”, ayah saya memuji. “Mungkin karena sekarang bukan musim mudik lebaran kali ya, jadi agak bersih nih kapalnya”, sangka saya. Selama dalam pelayaran kami habiskan waktu dengan makan siang, ngobrol santai, istirahat di ruang rebahan, shalat, dan tidak lupa mengabadikan momen di atas kapal dengan berfoto-foto.
Setelah kurang lebih tiga jam perjalanan, akhirnya kami tiba di dermaga pelabuhan Bakauheni, Lampung. Seturunnya kami di Bakauheni, kami langsung masuk tol Trans Sumatera yang mengarah langsung ke Kayu Agung untuk exit dari tol, dan lanjut ke Palembang. Selama kurang lebih 16 jam perjalanan, akhirnya kami pun tiba di Palembang. Perjalanan tidak begitu melelahkan, karena saat mudik kami biasa berkendara hingga hampir 24 jam perjalanan.
Selama di Palembang saya lebih banyak menghabiskan waktu dengan berkumpul bersama keluarga dan sesekali keluar rumah mencari tempat hiburan dan destinasi wisata. Tak kurang dari 7 hari setelah saya di Palembang, akhirnya saya pun pulang kembali. Saya kembali ke Bandung, karena masih harus menyelesaikan pengerjaan dan bimbingan skripsi saya. Banyak juga yang menunggu kepulangan saya dari Palembang karena saat itu juga saya membuka jasa titip (jastip) bagi siapa saja yang ingin menyicipi makanan khas Palembang seperti pempek dan kemplang.
Belum ada Komentar untuk "Cerita Perjalanan dari Bandung menuju Palembang"
Posting Komentar
Tinggalkan komentar terbaik anda.